Syukur nikmat
“Dan ingatlah tatkala Tuhannu memaklumatkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”” (Surah Ibrahim:7)
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kita kepada Allah atas nikmat iman, nikmat sehat, nikmat umur, nikmat ukhuwah, serta nikmat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sehingga kita dapat dipertemukan dalam acara tasyakuran ini, yang mudah-mudahan Allah mencatat segala langkah ibu dan bapak sekalian untuk hadir di sini, sebagai pemberat timbangan kebaikan di hari akhirat kelak.
Salawat dan salam juga kita sampaikan kepada Rasulullah SAW, tauladan kehidupan kita, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang senatiasa berupaya melaksanakan segala syariatnya.
“Maha Suci Allah yang ditangan-Nya segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat ciptaan Allah yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang, maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Al Mulk: 1-3)
Tujuan Allah menciptakan kehidupan dan kematian adalah untuk menguji hamba-hamba-Nya siapa diantaranya yang baik amal perbuatannya selama di dunia (ahsanu ‘amala). Syarat diterimanya suatu amalan adalah :
1. Niat semata-mata mencari ridho Allah,
2. Caranya sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah Rasul.
Allah menggunakan berbagai cara untuk menguji keimanan kita selama di dunia ini. Ujian dapat dalam bentuk kenikmatan, kebahagiaan, kesenangan, jabatan, dll, juga dapat berupa kekurangan, ketakutan, kesedihan, kemiskinan, dll.
Allah menguji kita bukan berarti Allah ingin menelantarkan kita, akan tetapi ini merupakan bentuk Maha Penyayangnya Allah kepada kita, karena Allah ingin menakar kualitas penghambaannya agar hamba-hamba-Nya masuk ke dalam Syurga. Seperti halnya ujian yang kita hadapi ketika akan menaiki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, agar kita meraih jenjang tersebut.
Jadi hakekat menghadapi kehidupan di dunia ini sesungguhnya hanya dengan 2 S saja, yaitu sabar dan syukur, karena Allah senantiasa akan menguji kita berupa kesusahan dan kesenangan. Sabar berarti menahan diri dari membenci atas Takdir-Nya, dan menahan lisan dari keluh kesah, serta menahan anggota badan dari perbuatan maksiat.. Dan syukur berarti menempatkan seluruh pemberian Allah pada diri kita sesuai dengan kehendak/keinginan Allah.
Ada pendapat ulama yang mengatakan sabar lebih utama dari syukur, dan ada juga yang berpendapat syukur lebih utama dari sabar. Sementara itu Umar bin Khattab berkata, “ Seandainya sabar dan syukur itu berupa 2 ekor unta, maka aku tidak peduli mana diantaranya yang akan aku naiki”. Ini berarti kedudukan sabar dan syukur sama pentingnya, juga seperti sabda rasulullah SAW,” Pemberi makan yang bersyukur ialah setingkat dengan orang berpuasa yang bersabar” (Al Bukhari, At Tirmidzi, Ibnu Majjah). Meskipun dalam Al Qur’an lebih banyak kita temukan ayat-ayat tentang sabar dari pada ayat-ayat tentang syukur, namun dari sisi bobotnya sama, misalnya :
”Apabila kamu bersyukur, maka benar-benar akan Aku tambah nikmat (kepada kalian)…” (Ibrahim: 7).
“Dan sesunggguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah kamu kerjakan”. (An Nahl: 96).
Sesungguhnya segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini tidak terlepas dari Qodho (Ketetapan) dan Qodar (kehendak) Allah. Hal ini sudah tercermin dalam salah satu rukun iman kita, yaitu percaya kepada Qodho dan Qodar Allah. Hanya dengan sekedar percaya saja kita sudah dapat dikatakan beriman. Namun apakah kita semua sudah cukup puas hanya dengan percaya saja? Tentunya bila kita menginginkan iman kita lebih baik lagi, maka bukan hanya mempercayainya saja, namun kita menyikapi qodho dan qodar itu dengan bersabar dan bersyukur.
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. (At Taubah:51).
Ketetapan dan kehendak Allah ada 2 jenis:
1. Ketetapan dan kehendak Allah terhadap diri kita dan alam semesta
Terhadap diri kita dan alam semesta dapat berupa nikmat maupun musibah. Kita tidak pernah tahu sebelumnya kapan nikmat dan musibah tersebut akan terjadi terhadap diri kita, dan biasanya kita baru dapat mengetahuinya setelah kejadian, dan itu yang disebut dengan takdir. Namun takdir yang akan terjadi terhadap alam semesta (sunnatullah = hukum alam) dapat diprediksi dengan menggunakan kemajuan teknologi. Sehingga manusia dapat menghindarinya dari musibah bencana alam. Contoh: Halilintar, tsunami, gempa bumi. Bila menghadapi musibah maka disunnahkan untuk menyebut “Inna lillaahi wa inna ilaihi roojiuun”
2. Ketetapan dan kehendak Allah dari diri kita
Yaitu berupa ketetapan syar’i yang tidak dapat dirubah lagi oleh manusia. Contoh: Aturan sholat, haji, dll.
Bila semuanya sudah menjadi ketentuan Allah apa yang harus kita perbuat? Yaitu dengan doa, karena hanya dengan do’a kita dapat memohon kepada Allah agar dihindari dari segala takdir yang buruk.
“Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang berdo’a, apabila ia memohon kepada-Ku, hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu dalam kebenaran” (Al Baqarah: 186)
Jadi pada hakekatnya seluruh do’a kita akan dikabulkan Allah, namun tergantung dari kita apakah kita sudah memenuhi segala perintah-Nya atau belum. Do’a dapat Allah kabulkan dalam beberapa cara:
1. Dikabulkan secara tunai.
2. Diganti dengan yang lebih baik
3. Ditunda
4. Dibalas di akhirat
Sesungguhnya apapun yang kita kerjakan maka tidak akan mepengaruhi kedudukan Allah. Kita bersyukur manfaatnya tidak kembali kepada Allah, ingkar (kufur) juga mudhorotnya tidak kembali kepada Allah, melainkan kepada kita sendiri.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (Al Isra’: 7)
Bersyukur atas nikmat adalah bukti bagi lurusnya keimanan dalam jiwa manusia. Dan orang yang bersyukur kepada Allah akan selalu merasakan muroqobatullah (Kebersamaan Allah) dalam mendayagunakan kenikmatan-Nya, dengan tidak disertai pengingkaran, perasaan menang dan unggul atas makhluk lainnya, dan penyalahgunaan nikmat.
Mensyukuri nikmat yaitu dengan mengungkapkan rasa kesyukuran dengan 3 azaz:
1. Mengakui di dalam bathin
2. Mengucapkannya dengan lisan,
3. Menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak pemberi nikmat.
Manfaat syukur:
1. Mensucikan jiwa
2. Mendorong jiwa untuk beramal sholeh dan mendayagunakan kenikmatan secara baik melalui hal-hal yang dapat menumbuhkembangkan kenikmatan tersebut.
3. Menjadikan orang lain ridho dan senang kepada jiwa itu dan kepada pemiliknya, sehingga mereka mau membantu dan menolongnya.
4. Memperbaiki dan melancarkan berbagai bentuk interaksi dalam sosial masyarakat, sehingga harta dan kekayaan yang dimiliki dapat terlindung dengan aman.
Allaahu a’lam bissawaf…
Kamis, 06 November 2008
Langganan:
Postingan (Atom)